Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
A.
Hak Kekayaan Intelektual
Hak Kekayaan Intelektual yang disingkat ‘HKI’ atau akronim
‘HaKI’ adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual
Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir
otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia.
Hak
Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada orang-orang atas hasil
dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif tersebut diberikan atas
penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta dalam kurun waktu tertentu. Buah
pikiran tersebut dapat terwujud dalam tulisan, kreasi artistik, simbol-simbol,
penamaan, citra, dan desain yang digunakan dalam kegiatan ko-mersil.
Pada intinya HakI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis
hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HaKI adalah
karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Teori Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) sangat dipengaruhi
oleh pemikiran John Locke tentang hak milik. Dalam bukunya, Locke mengatakan
bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu
sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda
yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik
atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas
manusia.
B.
Sifat-sifat Hak Kekayaan Intelektual
1. Mempunyai Jangka Waktu Tertentu atau Terbatas
Apabila
telah habis masa perlindungannya ciptaan atau penemuan tersebut akan menjadi
milik umum, tetapi ada pula yang setelah habis masa perlindungannya
dapatdiperpanjang lagi, misalnya hak merek.
2. Bersifat Eksklusif dan Mutlak
HKI
yang bersifat eksklusif dan mutlak ini maksudnya hak tersebut dapat dipertahankan
terhadap siapapun. Pemilik hak dapat menuntut terhadap pelanggaran yang
dilakukan oleh siapapun. Pemilik atau pemegang HaKI mempunyai suatu hak monopoli,
yaitu pemilik atau pemegang hak dapat mempergunakan haknya dengan melarang
siapapun tanpa persetujuannya untuk membuat ciptaan atau temuan ataupun menggunakannya.
C.
Jenis Hak Kekayaan Intelektual
Menurut WIPO (World Intellectual Property Organization) –
badan dunia di bawah naungan PBB untuk isu HKI, hak kekayaan intelektual
terbagi atas 2 kategori, yaitu:
1. Hak Cipta (copy rights)
Hak
Cipta merupakan istilah legal yang menjelaskan suatu hak yang diberikan pada
pencipta atas karya literatur dan artistik mereka. Tujuan utamanya adalah untuk
memberikan perlindungan atas hak cipta dan untuk mendukung serta memberikan
penghargaan atas buah kreativitas.
Karya-karya
yang dicakup oleh Hak Cipta termasuk: karya-karya literatur seperti novel,
puisi, karya pertunjukan, karta-karya referensi, koran dan program komputer,
data-base, film, komposisi musik, dan koreografi, sedangkan karya artistik
seperti lukisan, gambar, fotografi dan ukiran, arsitektur, iklan, peta dan
gambar teknis.
Kategori
ini mencakup karya-karya literatur dan artistik seperti novel, puisi, karya
panggung, film, musik, gambar, lukisan, fotografi dan patung, serta desain
arsitektur. Hak yang berhubungan dengan hak cipta termasuk artis-artis yang
beraksi dalam sebuah pertunjukan, produser fonogram dalam rekamannya, dan
penyiar-penyiar di program radio dan televisi.
2. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights),
kategori ini mencakup penemuan (paten), merek, desain industri, dan indikasi
geografis. Dari sumber situs WTO, masih ada hak kekayaan intelektual lainnya
yang termasuk dalam kategori ini yaitu rahasia dagang dan desain tata letak
sirkuit terpadu.
a) Paten
Paten merupakan
hak eksklusif yang diberikan atas sebuah penemuan, dapat berupa produk atau
proses secara umum, suatu cara baru untuk membuat sesuatu atau menawarkan
solusi atas suatu masalah dengan teknik baru. Paten memberikan perlindungan
terhadap pencipta atas penemuannya. Perlindungan tersebut diberikan untuk
periode yang terbatas, biasa-nya 20 tahun. Perlindungan yang dimaksud di sini
adalah penemuan tersebut tidak dapat secara komersil dibuat, digunakan,
disebarkan atau di jual tanpa izin dari si pencipta.
b) Desain Industri (Industrial designs)
Desain
industri adalah aspek ornamental atau estetis pada sebuah benda. Desain
tersebut dapat mengandung aspek tiga dimensi, seperti bentuk atau permukaan
benda, atau aspek dua dimensi, seperti pola, garis atau warna. Desain
industri diterapkan pada berbagai jenis produk industri dan kerajinan; dari
instrumen teknis dan medis, jam tangan, perhiasan, dan benda-benda mewah
lainnya; dari peralatan rumah tangga dan peralatan elektronik ke kendaraan dan
struktur arsitektural; dari desain tekstil hinga barang-barang hiburan.
Agar
terlindungi oleh hukum nasional, desain industri harus terlihat kasat mata. Hal
ini berarti desain in-dustri pada prinsipnya merupakan suatu aspek estetis yang
alami, dan tidak melindungi fitur teknis atas benda yang diaplikasikan.
c) Merek
Merek
adalah suatu tanda tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi suatu barang
atau jasa sebagaimana barang atau jasa tersebut diproduksi atau disediakan oleh
orang atau perusahaan tertentu. Merek membantu konsumen untuk mengidentifikasi
dan membeli sebuah produk atau jasa berdasarkan karakter dan kualitasnya, yang
dapat teridentifikasi dari mereknya yang unik.
d) Indikasi Geografis
Indikasi
Geografis merupakan suatu tanda yang digunakan pada barang-barang yang memiliki
keaslian geografis yang spesifik dan memiliki kualitas atau reputasi berdasar
tempat asalnya itu. Pada umumnya, Indikasi Geografis merupakan nama tempat dari
asal barang-barang tersebut. Produk-produk pertanian biasanya memiliki kualitas
yang terbentuk dari tempat produksinya dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal
yang spesifik, seperti iklim dan tanah. Berfungsinya suatu tanda
sebagai indikasi geografis merupakan masalah hukum nasional dan persepsi
konsumen.
e) Desain tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit)
Sirkuit
terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di
dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen
tersebut adalah elemen aktif yang sebagian atau seluruhnya saling
berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor
yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elekronik. Desain tata letak adalah
kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen,
sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta
sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga
dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu.
f) Rahasia dagang (trade secret)
Rahasia
dagang dan jenis-jenis informasi rahasia lainnya yang memiliki nilai komersil
harus dilindungi dari pelanggaran atau kegiatan lainnya yang membuka rahasia
praktek komersial. Namun langkah-langkah yang rasional harus ditempuh
sebelumnya untuk melindungi informasi yang bersifat rahasia tersebut. Pengujian
terhadap data yang diserahkan kepada pemerintah sebagai langkah
memperolehpersetujuan untuk memasarkan produk farmasi atau pertanian yang
memiliki komposisi baru juga harus dilindungi dari kecurangan perdagangan.
g) Perlindungan Varietas Tanaman (Plant Variety)
Perlindungan
Varietas Tanaman adalah hak yang
diberikan kepada pemulia dan/atau pemegang hak PVT untuk menggunakan
sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang
atau badan hukum lain untuk
menggunakannya selama waktu tertentu. PVT diberikan kepada varietas dari
jenis atau spesies tanaman yang baru, unik, seragam, stabil, dan diberi nama. Suatu varietas dianggap
baru apabila pada saat penerimaan
permohonan hak PVT, bahan perbanyakan atau hasil panen dari
varietas tersebut belum pernah diperdagangkan di Indonesia atau sudah
diperdagangkan tetapi tidak lebih dari setahun, atau telah diperdagangkan
di luar negeri tidak lebih dari empat tahun untuk tanaman semusim dan enam
tahun untuk tanaman tahunan. Sedangkan kriteria varietas dianggap unik
apabila varietas tersebut dapat dibedakan secara jelas dengan varietas
lain yang keberadaannya sudah diketahui secara umum pada saat penerimaan
permohonan hak PVT.
Di Indonesia badan yang berwenang dalam mengurusi HaKI
adalah Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia RI.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang
selanjutnya disebut Ditjen HaKI mempunyai tugas menyelenggarakan tugas
departemen di bidang HaKI berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan kebijakan Menteri.
C. SEJARAH PERKEMBANGAN
SISTEM PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA
1. SECARA HISTORIS, PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI
BIDANG HKI DI INDONESIA TELAH ADA SEJAK TAHUN 1840. PEMERINTAH KOLONIAL BELANDA
MEMPERKENALKAN UNDANG-UNDANG PERTAMA MENGENAI PERLINDUNGAN HKI PADA TAHUN 1844.
SELANJUTNYA, PEMERINTAH BELANDA MENGUNDANGKAN UU MEREK TAHUN 1885,
UNDANG-UNDANG PATEN TAHUN 1910, DAN UU HAK CIPTA TAHUN 1912. INDONESIA YANG
PADA WAKTU ITU MASIH BERNAMA NETHERLANDS EAST-INDIES TELAH MENJADI
ANGOTA PARIS CONVENTION FOR THE PROTECTION OF INDUSTRIAL
PROPERTY SEJAK TAHUN 1888, ANGGOTA MADRID
CONVENTION DARI TAHUN 1893 SAMPAI DENGAN 1936, DAN ANGGOTA BERNE
CONVENTION FOR THE PROTECTION OF LITERATY AND ARTISTIC WORKS SEJAK TAHUN
1914. PADA ZAMAN PENDUDUKAN JEPANG YAITU TAHUN 1942 SAMPAI DENGAN 1945, SEMUA
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG HKI TERSEBUT TETAP BERLAKU. PADA TANGGAL
17 AGUSTUS 1945 BANGSA INDONESIA MEMPROKLAMIRKAN KEMERDEKAANNYA. SEBAGAIMANA
DITETAPKAN DALAM KETENTUAN PERALIHAN UUD 1945, SELURUH PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN PENINGGALAN KOLONIAL BELANDA TETAP BERLAKU SELAMA TIDAK
BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945. UU HAK CIPTA DAN UU MEREK TETAP BERLAKU, NAMUN
TIDAK DEMIKIAN HALNYA DENGAN UU PATEN YANG DIANGGAP BERTENTANGAN DENGAN
PEMERINTAH INDONESIA. SEBAGAIMANA DITETAPKAN DALAM UU PATEN PENINGGALAN
BELANDA, PERMOHONAN PATEN DAPAT DIAJUKAN DI KANTOR PATEN YANG BERADA DI BATAVIA
(SEKARANG JAKARTA), NAMUN PEMERIKSAAN ATAS PERMOHONAN PATEN TERSEBUT HARUS
DILAKUKAN DI OCTROOIRAAD YANG BERADA DI
BELANDA.
2. PADA TAHUN 1953 MENTERI KEHAKIMAN RI MENGELUARKAN
PENGUMUMAN YANG MERUPAKAN PERANGKAT PERATURAN NASIONAL PERTAMA YANG MENGATUR
TENTANG PATEN, YAITU PENGUMUMAN MENTERI KEHAKIMAN NO. J.S 5/41/4, YANG MENGATUR
TENTANG PENGAJUAN SEMENTARA PERMINTAAN PATEN DALAM NEGERI, DAN PENGUMUMAN
MENTERI KEHAKIMAN NO. J.G 1/2/17 YANG MENGATUR TENTANG PENGAJUAN SEMENTARA
PERMINTAAN PATEN LUAR NEGERI.
3. PADA TANGGAL 11 OKTOBER 1961 PEMERINTAH RI
MENGUNDANGKAN UU NO.21 TAHUN 1961 TENTANG MEREK PERUSAHAAN DAN MEREK PERNIAGAAN
UNTUK MENGGANTI UU MEREK KOLONIAL BELANDA. UU NO 21 TAHUN 1961 MULAI BERLAKU
TANGGAL 11 NOVEMBER 1961. PENETAPAN UU MEREK INI UNTUK MELINDUNGI MASYARAKAT
DARI BARANG-BARANG TIRUAN/BAJAKAN.
4. 10 MEI 1979 INDONESIA MERATIFIKASI KONVENSI PARIS PARIS
CONVENTION FOR THE PROTECTION OF INDUSTRIAL PROPERTY (STOCKHOLM
REVISION 1967) BERDASARKAN KEPUTUSAN PRESIDEN NO. 24 TAHUN 1979. PARTISIPASI
INDONESIA DALAM KONVENSI PARIS SAAT ITU BELUM PENUH KARENA INDONESIA MEMBUAT
PENGECUALIAN (RESERVASI) TERHADAP SEJUMLAH KETENTUAN, YAITU PASAL 1 SAMPAI
DENGAN 12 DAN PASAL 28 AYAT 1.
5. PADA TANGGAL 12 APRIL 1982 PEMERINTAH MENGESAHKAN UU
NO.6 TAHUN 1982 TENTANG HAK CIPTA UNTUK MENGGANTIKAN UU HAK CIPTA PENINGGALAN
BELANDA. PENGESAHAN UU HAK CIPTA TAHUN 1982 DIMAKSUDKAN UNTUK MENDORONG DAN
MELINDUNGI PENCIPTAAN, PENYEBARLUASAN HASIL KEBUDAYAAN DI BIDANG KARYA ILMU,
SENI, DAN SASTRA SERTA MEMPERCEPAT PERTUMBUHAN KECERDASAN KEHIDUPAN BANGSA.
6. TAHUN 1986 DAPAT DISEBUT SEBAGAI AWAL ERA MODEREN
SISTEM HKI DI TANAH AIR. PADA TANGGAL 23 JULI 1986 PRESIDEN RI MEMBENTUK SEBUAH
TIM KHUSUS DI BIDANG HKI MELALUI KEPUTUSAN NO.34/1986 (TIM INI DIKENAL DENGAN
TIM KEPPRES 34) TUGAS UTAMA TIM KEPPRES ADALAH MENCAKUP PENYUSUNAN KEBIJAKAN
NASIONAL DI BIDANG HKI, PERANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG HKI
DAN SOSIALISASI SISTEM HKI DI KALANGAN INTANSI PEMERINTAH TERKAIT, APARAT
PENEGAK HUKUM DAN MASYARAKAT LUAS.
7. 19 SEPTEMBER 1987 PEMERINTAH RI MENGESAHKAN UU NO.7
TAHUN 1987 SEBAGAI PERUBAHAN ATAS UU NO. 12 TAHUN 1982 TENTANG HAK CIPTA.
8. TAHUN 1988 BERDASARKAN KEPUTUSAN PRESIDEN RI NO.32
DITETAPKAN PEMBENTUKAN DIREKTORAT JENDERAL HAK CIPTA, PATEN DAN MEREK (DJHCPM)
UNTUK MENGAMBIL ALIH FUNGSI DAN TUGAS DIREKTORAT PATEN DAN HAK CIPTA YANG
MERUPAKAN SALAH SATU UNIT ESELON II DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL HUKUM DAN
PERUNDANG-UNDANGAN, DEPARTEMEN KEHAKIMAN.
9. PADA TANGGAL 13 OKTOBER 1989 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
MENYETUJUI RUU TENTANG PATEN YANG SELANJUTNYA DISAHKAN MENJADI UU NO. 6 TAHUN
1989 OLEH PRESIDEN RI PADA TANGGAL 1 NOVEMBER 1989. UU PATEN 1989 MULAI BERLAKU
TANGGAL 1 AGUSTUS 1991.
10. 28 AGUSTUS 1992 PEMERINTAH RI MENGESAHKAN UU NO. 19 TAHUN 1992 TENTANG
MEREK, YANG MULAI BERLAKU 1 APRIL 1993. UU INI MENGGANTIKAN UU MEREK TAHUN
1961.
11. PADA TANGGAL 15 APRIL 1994 PEMERINTAH RI MENANDATANGANI FINAL ACT
EMBODYING THE RESULT OF THE URUGUAY ROUND OF MULTILATERAL TRADE NEGOTIATIONS, YANG MENCAKUPAGREEMENT ON TRADE RELATED ASPECTS
OF INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS (PERSETUJUAN TRIPS).
12. TAHUN 1997 PEMERINTAH RI MEREVISI PERANGKAT PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG HKI, YAITU UU HAK CIPTA 1987 JO. UU NO. 6 TAHUN
1982, UU PATEN 1989 DAN UU MEREK 1992.
13. AKHIR TAHUN 2000, DISAHKAN TIGA UU BARU DIBIDANG HKI YAITU : (1)
UU NO. 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG, UU NO. 31 TAHUN 2000 TENTANG
DESAIN INDUSTRI, DAN UU NO. 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT
TERPADU.
14. UNTUK MENYELARASKAN DENGAN PERSETUJUAN TRIPS (AGREEMENT ON TRADE
RELATED ASPECTS OF INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS) PEMERINTAH INDONESIA
MENGESAHKAN UU NO 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN, UU NO 15 TAHUN 2001 TENTANG
MEREK, KEDUA UU INI MENGGANTIKAN UU YANG LAMA DI BIDANG TERKAIT. PADA
PERTENGAHAN TAHUN 2002, DISAHKAN UU NO.19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA YANG
MENGGANTIKAN UU YANG LAMA DAN BERLAKU EFEKTIF SATU TAHUN SEJAK DI UNDANGKANNYA.
15. PADA TAHUN 2000 PULA DISAHKAN UU NO 29 TAHUN 2000 TENTANG
PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN MULAI BERLAKU EFEKTIF SEJAK TAHUN 2004.
D. PENGATURAN
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
PENGATURAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL TERTUANG DALAM
UNDANG-UNDANG SEBAGAI BERIKUT:
1. UU Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
a. Bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki
keanekaragaman etnik/suku bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan
sastra dengan pengembangan-pengembangannya yang memerlukan perlindungan Hak
Cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman
tersebut;
b. Bahwa Indonesia telah menjadi anggota berbagai
konvensi/perjanjian internasional di bidang hak kekayaan intelektual pada
umumnya dan Hak Cipta pada khususnya yang memerlukan pengejawantahan
lebih lanjut dalam sistem hukum nasionalnya;
c. Bahwa perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan
investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan
perlindungan bagi Pencipta dan Pemilik Hak Terkait dengan tetap memperhatikan
kepentingan masyarakat luas;
d. Bahwa dengan memperhatikan pengalaman dalam
melaksanakan Undang-undang Hak Cipta yang ada, dipandang perlu untuk menetapkan
Undang-undang Hak Cipta yang baru menggantikan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982
tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun
1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997;
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut dalam
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, dibutuhkan Undang-undang
tentang Hak Cipta.
2. UU Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten
a. Bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada
perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan teknologi, industri, dan
perdagangan yang semakin pesat, diperlukan adanya Undang-undang Paten yang
dapat memberikan perlindungan yang wajar bagi Inventor;
b. Bahwa hal tersebut pada butir a juga diperlukan dalam
rangka menciptakan iklim persaingan usaha yang jujur serta memperhatikan
kepentingan masyarakat pada umumnya;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut dalam
huruf a dan b serta memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang
Paten yang ada, dipandang perlu untuk menetapkan Undang-undang Paten yang baru
menggantikan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten.
3. UU Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek
a.
Bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi
internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan Merek menjadi sangat
penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat;
b.
Bahwa untuk hal tersebut di atas diperlukan pengaturan yang memadai tentang
Merek guna memberikan peningkatan layanan bagi masyarakat;
c.
Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a dan huruf b, serta
memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Merek yang ada,
dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek.
4. UU Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang
a. Bahwa untuk memajukan
industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan
internasional perlu diciptakan iklim yang mendorong kreasi dan inovasi
masyarakat dengan memberikan perlindungan hukum terhadap Rahasia Dagang sebagai
bagian dari sistem Hak Kekayaan Intelektual;
b. Bahwa Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade
Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang
mencakupAgreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property
Rights (Persetujuan TRIPs) dengan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai
Rahasia Dagang;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-undang tentang Rahasia
Dagang.
5. UU Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri
a. Bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing
dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional perlu diciptakan iklim
yang mendorong kreasi dan inovasi masyarakat di bidang Desain Industri sebagai
bagian dari sistem Hak Kekayaan Intelektual;
b. Bahwa hal tersebut di atas didorong pula oleh
kekayaan budaya dan etnis bangsa Indonesia yang sangat beraneka ragam merupakan
sumber bagi pengembangan Desain Industri;
c. Bahwa Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing
the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia) yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994
sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri;
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, b, dan c perlu dibentuk Undang-undang tentang Desain Industri.
6. UU Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu
a.
Bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan
nasional dan internasional perlu diciptakan iklim yang mendorong kreasi dan
inovasi masyarakat di bidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai bagian
dari sistem Hak Kekayaan Intelektual;
b.
Bahwa Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade
Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang
mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights
(Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu
diatur ketentuan mengenai Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
c.
Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu
dibentuk Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
7. UU Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Varietas Tanaman
A. BAHWA NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADALAH NEGARA AGRARIS, MAKA
PERTANIAN YANG MAJU, EFISIEN, DAN TANGGUH MEMPUNYAI PERANAN YANG PENTING DALAM
RANGKA PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN NASIONAL;
B. BAHWA UNTUK MEMBANGUN PERTANIAN YANG MAJU, EFISIEN, DAN TANGGUH
PERLU DIDUKUNG DAN DITUNJANG ANTARA LAIN DENGAN TERSEDIANYA VARIETAS UNGGUL;
C. BAHWA SUMBERDAYA PLASMA NUTFAH YANG MERUPAKAN BAHAN UTAMA PEMULIAAN
TANAMAN, PERLU DILESTARIKAN DAN DIMANFAATKAN SEBAIK-BAIKNYA DALAM RANGKA MERAKIT
DAN MENDAPATKAN VARIETAS UNGGUL TANAMAN TANPA MERUGIKAN PIHAK MANAPUN YANG
TERKAIT GUNA MENDORONG PERTUMBUHAN INDUSTRI PERBENIHAN;
D. BAHWA GUNA LEBIH MENINGKATKAN MINAT DAN PERANSERTA PERORANGAN MAUPUN
BADAN HUKUM UNTUK MELAKUKAN KEGIATAN PEMULIAAN TANAMAN DALAM RANGKA
MENGHASILKAN VARIETAS UNGGUL BARU, KEPADA PEMULIA TANAMAN ATAU PEMEGANG HAK
PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN PERLU DIBERIKAN HAK TERTENTU SERTA PERLINDUNGAN
HUKUM ATAS HAK TERSEBUT SECARA MEMADAI;
E. BAHWA SESUAI DENGAN KONVENSI INTERNASIONAL, PERLINDUNGAN VARIETAS
TANAMAN PERLU DIATUR DENGAN UNDANG-UNDANG;
F. BAHWA BERDASARKAN PERTIMBANGAN PADA BUTIR A, B, C, D, DAN E,
DIPANDANG PERLU MENETAPKAN PENGATURAN MENGENAI PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN
DALAM SUATU UNDANG-UNDANG.
Pengertian Hak Merek
Sebelum mengetahui definisi tentang hak merek,
ada kalanya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian dari merek. Merek adalah
tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna,
atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. (menurut UU No.15 Tahun
2001)
Merek dapat dibedakan dalam beberapa macam, antara lain:
Merek dapat dibedakan dalam beberapa macam, antara lain:
1. Merek dagang: merek
yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang / beberapa orang
/ badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis.
2. Merek jasa: merek yang digunakan pada jasa
yang diperdagangkan oleh seseorang / beberapa orang / badan hukun untuk
membedakan dengan jasa sejenis.
3. Merek kolektif: merek
yang digunakan pada barang / jasa dengan karakteristik yang sama yang
diperdagangkan oleh beberapa orang / badan hukum secara bersama-sama untuk
membedakan dengan barang / jasa sejenis.
Pengertian dari hak merek adalah hak
ekslusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek terdaftar dalam daftar
umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek
tersebut atau memberikan ijin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Pengertian hak merek, menunjukkan pengaruh
pendekatan kebijakan negara (State policy) dari para penganut Natural
right theorydalam memahami hak merek. Di dalam Natural right
theory, terdapat dua pendekatan:
1.
Pendekatan pertama memandang hak didasarkan pada hasil usaha dan kepribadian.
Bisa disebut sebagai pendekatan usaha dan kepribadian. Pendekatan ini tidak
diterapkan dalam hak merek.
2.
Pendekatan kedua adalah state policy, yaitu hak sebagai suatu
kebijakan negara untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan (seperti
peningkatan kreativitas, perkembangan seni yang berguna, membangun pasar yang
tertata bagi buah pikir manusia, dll).
Fungsi Dari Merek
Fungsi merek menurut Endang Purwaningsih
adalah suatu merek yang digunakan oleh produsen atau pemilik merek untuk
melindungi produknya, baik berupa jasa atau barang dagang lainnya. Menurut
beliau suatu merek memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi pembeda, yakni
membedakan produk yang satu dengan produk perusahaan lain.
2. Fungsi jaminan
reputasi, yakni selain sebagai tanda asal usul produk juga secara pribadi
menghubungkan reputasi produk bermerek tersebut dengan produsennya sekaligus
memberikan jaminan kualitas akan produk tersebut.
3. Fungsi promosi, yakni
merek juga digunakan sebagai sarana memperkenalkan dan mempertahankan reputasi
produk lama yang diperdagangkan sekaligus untuk menguasai pasar.
4. Fungsi rangsangan
investasi dan pertumbuhan industri, yakni merek dapat menunjang pertumbuhan
industri melalui penanaman modal baik asing maupun dalam negeri dalam
menghadapi mekanisme pasar bebas.
Fungsi merek dapat dilihat dari sudut
produsen, pedagang dan konsumen. Dari segi produsen merek digunakan untuk
jaminan nilai hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas, kemudian
pemakaiannya. Dari pihak pedagang, merek digunakan untuk promosi barang-barang
dagangannya guna mencari dan meluaskan pasaran. Dari pihak konsumen, merek
digunakan untuk mengadakan pilihan barang yang akan dibeli.
Persyaratan Dan Pendaftaran Merek
Sistem pendaftaran merek menganut stelsel
konstitutif, yaitu sistem pendaftaran yang akan menimbulkan suatu hak sebagai
pemakai pertama pada merek, pendaftar pertama adalah pemilik merek. Pihak
ketiga tidak dapat menggugat sekalipun beritikad baik. Pemohon dapat berupa:
1. Orang / Person.
2. Badan hukum / recht person.
3. Beberapa orang (pemilikan bersama).
Terdapat beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi dalam mendaftarkan merek. Hal yang biasanya dilakukan dalam melakukan
prosedur pendaftaran merek, adalah sebagai berikut:
1. Isi formulir yang
telah disediakan oleh DitJen HKI (Hak Kekayaan Intelektual) dalam Bahasa
Indonesia dan diketik rangkap empat.
2. Lampirkan
syarat-syarat berupa:
• Surat pernyataan di
atas kertas bermeterai Rp6.000 serta ditandatangani oleh pemohon langsung
(bukan kuasa pemohon), yang menyatakan bahwa merek yang dimohonkan adalah milik
pemohon;
• Surat kuasa khusus,
apabila permohonan pendaftaran diajukan melalui kuasa pemohon;
• Salinan resmi Akta
Pendirian Badan Hukum atau fotokopinya yang ditandatangani oleh notaris,
apabila pemohon badan hukum;
• 24 lembar etiket merek
[empat lembar dilekatkan pada formulir] yang dicetak di atas kertas;
• Fotokopi KTP pemohon;
• Bukti prioritas asli
dan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia apabila permohonan dilakukan dengan
hak prioritas; dan
• Bukti pembayaran biaya
permohonan merek sebesar Rp450.000.
Pendaftaran merek tidak bisa secara
sembarang dilakukan, selain itu juga terdapat ketentuan-ketentuan yang tidak
boleh dilanggar. Ketentuan yang berlaku menyebabkan merek tidak dapat didaftar
jika:
1. Bertentangan dengan
peraturan UU, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.
2. Tidak memiliki daya
pembeda.
3. Telah menjadi milik
umum.
4. Merupakan keterangan
atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.
Perlindungan Hak Merek Dan
Pendaftaran
Perlindungan hak merek diperoleh setelah
dilakukan pendaftaran merek. Merek yang sudah didaftarkan disebut Merek
Terdaftar, sering disimbolkan dengan tanda ® (registered) setelah merek atau tanda ™ (trademark) setelah merek. Perlindungan hak merek
dimaksudkan untuk melindungi pemilikan atas merek, investasi dan goodwill (nama baik) dalam suatu merek, dan untuk
melindungi konsumen dari kebingungan menyangkut asal usul suatu barang atau
jasa.
Perlindungan hukum diberikan
kepada merek terdaftar untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal
penerimaan dan dapat diperpanjang. Permohonan perpanjangan diajukan secara
tertulis oleh pemilik merek atau kuasanya dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar
tersebut. Perpanjangan
jangka waktu tersebut dicatat dalam daftar umum merek dan diumumkan dalam
berita resmi merek dan diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau
kuasanya. Permohonan
perpanjangan disetujui apabila:
1. Merek
yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sebagaimana disebut
dalam Sertifikat Merek tersebut;
2. Barang
atau jasa sebagaimana dimaksud di atas masih diproduksi dan diperdagangkan.
Hukum
Merek
Hukum merek telah dikenal
lama di Indonesia, sejak masa penjajahan Belanda. Hukum merek yang sekarang
berlaku adalah ketentuan-ketentuan yang dipengaruhi oleh perkembangan kegiatan
perdagangan internasional yang terjadi pada abad ke-20, terutama melalui perundingan
dagang global dalam rangkaGeneral Agreement on Tariffs and Trade (GATT)
yang kemudian berujung pada pembentukan organisasi perdagangan dunia (World
Trade Organization/WTO). Salah
satu hasil perundingan GATT adalah munculnya perjanjian TRIPs/TRIPs Agreement (Agreement
on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights).Perjanjian
TRIPs saat menjadi perjanjian internasional yang sangat penting di bidang HaKI
yang mana di dalamnya terdapat Hak Merek. Hak merek di Indonesia diatur dalam
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang merek, sebelumnya diatur dalam
Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 tentang merek yang kemudian diubah dengan
Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 tentang perubahan terhadap UU No. 19 tahun 1992
tentang Merek.
Penegakan
Hukum
Penghapusan, penghapusan
pendaftaran merek dari daftar umum merek dapat dilakukan atas prakarsa
Direktorat Jenderal atau berdasarkan permohonan pemilik merek yang
bersangkutan. Penghapusan
pendaftaran merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dapat dilakukan jika:
1.
Merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan
barang atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali
apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal;
2. Merek
digunakan untuk jenis barang atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang
atau jasa yang dimohonkan pedaftaran, termasuk pemakaian merek yang tidak
sesuai dengan merek yang didaftar.
Permohonan
penghapusan pendaftaran merek oleh pemilik merek atau kuasanya, baik sebagian
atau seluruh jenis barang atau jasa, diajukan kepada Direktorat Jenderal. Penghapusan pendaftaran
merek berdasarkan alasan dapat pula diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk
gugatan kepada Pengadilan Niaga.
Pembatalan, gugatan pembatalan
pendaftaran merek diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan alasan bahwa
merek termasuk dalam merek yang tidak dapat didaftar atau harus ditolak. Pemilik merek yang tidak
terdaftar/ditolak dapat mengajukan gugatan setelah mengajukan Permohonan ke
Direktorat Jenderal. Gugatan tersebut diajukan dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun sejak tanggal pendaftaran merek atau dapat dilakukan tanpa batas waktu
apabila Merek yang bersangkutan bertentangan dengan moralitas agama, kesusilan,
atau ketertiban umum. Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak
lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa :
1. Gugatan
ganti rugi.
2.
Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.
Pengajuan gugatan dapat diajukan kepada
Pengadilan Niaga. Tata cara gugatan pada Pengadilan Niaga, yaitu:
1. Gugatan
pembatalan pendaftaran merek diajukan kepada ketua Pengadilan Niaga dalam wilayah
hukum tempat tinggal atau domisili.
2. Dalam hal
tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan tersebut diakukan
kepada ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
3. Panitera mendaftarkan
gugatan pembatalan pada tanggal gugatan yang bersangkutan diajukan dan kepada
penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera dengan
tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran gugatan.
4. Panitera
menyampaikan gugatan pembatalan kepada ketua Pengadilan Niaga dalam jangka
waktu paling lama 2 hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.
5. Dalam
jangka paling lama 3 hari terhitung sejak tanggal gugatan pembatalan
didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan dari sidang.
6. Sidang
pemeriksaan atas gugatan pembatalan diselenggarakan dalam jangka waktu paling
lama 60 hari setelah gugatan didaftarkan.
7. Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 hari
setelah gugatan pembatalan didaftarkan.
8. Putusan atas gugatan pembatalan harus diucapkan paling lama 90
hari setelah gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari
atas persetujuan ketua Mahkamah Agung.
9. Putusan atas gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut
harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dijalankan terlebih
dahulu meskipun terhadap putusan tersebut diajuka suatu upaya hukum.
10. Isi putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
wajib disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas)
hari setelah putusan atas gugatan pembatalan diucapkan.
Selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud di atas para
pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase atau Alternatif
Penyelesaian Sengketa, dengan ketentuan pidana:
Pasal 90
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang
sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang
dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 91
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
menggunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak
lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 92
(1) Barangsiapa dengan sengaja
dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan
indikasi-geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan
barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja
dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada pokoknya dengan
indikasi-geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan
barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah).
(3) Terhadap pencantuman asal
sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman
kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang
terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasi-geografis, diberlakukan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 93
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi-asal pada barang atau
jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang
atau asal jasa tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah).
Pasal 94
(1) Barangsiapa memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau
jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90,
Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 93 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun atau denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
Pasal 95
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal
92, Pasal 93, dan Pasal 94 merupakan delik aduan.
Kasus Hak Merek
kasus antara extra joss dan
enerjos dimana pihak extra joss (PT. Bintang Toedjoe) menggugat pihak enerjos
(PT. Sayap Mas Utama (anak perusahaan Wings Group)) ke pengadilan niaga Jakarta
pusat untuk membatalkan merek enerjos. Gugatan diajukan dengan mengacu pada
ketentuan pasal 4 dan ayat (1) UU no 15/2001 tentang Merek, yang mana secara
khusus melarang pendaftaran yang diajukan atas itikad tidak baik dan
perlindungan atas suatu merek terkenal. Dimana kedua produk ini merupakan merek
serupa, namun beda kemasan (“Extra Joss”: sachet, “Enerjos”: botol). Serta
tulisan “joss” ini telah didaftarkan dengan No. 383312 (15 agustus 1997) untuk
kelas 5 diperpanjang No. 312898 (16 Juli 2002). Jenis barang kelas 5 untuk
produk makanan dan minuman kesehatan. Serta logo juga didaftarkan (kepalan
tangan berwarna kuning) dan juga mendaftarkan di 15 negara selain Indonesia
yaitu negara Asean, Jepang, U.S. Nigeria. Pemasarannya di mulai 1992 sedangkan
kata ”joss” merupakan unsur substansial, berkonotasi energi dan stamina.
Sedangkan “Enerjos” telah didaftarkan pada 6 Juli 2000.
Berdasarkan dari pengadilan
negeri niaga Jakarta pusat menurut para hakim bahwa kata2 joss di dalam kedua
produk ini memiliki kesamaan bunyi meskipun essensial. Berdasarkan Profesor
Anton M Moeliono, mengatakan bahwa kata jos berasal dari bahasa jawa yang
merupakan tiruan bunyi seperti pada ungkapan mak jos (langsung masuk). Dalam
bahasa Sunda juga dikenal kata jos dalam jos nojos yang berarti memukul dengan
kepalan tangan. Menurut profesor lingustik (ahli bahasa) dari Universitas
Indonesia dan Unika Atmajaya ini, Extra Joss melalui produk minuman
kesehatannya telah mengubah makna kata jos tersebut menjadi penambah vitalitas.
Hal tersebut didukung juga oleh gambar kepalan tangan dalam kemasan Extra Joss.
Dengan demikian, menurut
Prof. Anton, jika ada produk sejenis (minuman kesehatan) yang juga menggunakan
kata jos maka akan timbul persepsi bahwa kedua produk itu sama atau paling
tidak diproduksi oleh pabrik yang sama. lain halnya jika kata jos itu digunakan
untuk produk yang tidak sejenis.
Selain itu berdasarkan
Pasal 6 ayat (1) UUM 15/2001: “….memilki persamaan pada pokoknya…” dimana
maksud persepsi dari kedua perusahaan itu tentang produk itu pada dasarnya
sama. Serta bila dilihat dari pendaftaran merek maka extra joss lah yang lebih
dulu dalam mendaftarkannya. Serta karena extra joss dinilai sebagai merek
terkenal dilihat dari “Reputasi & Promosi” dimana extra joss gencar
mengiklankan produknya bahkan mendatangkan Alexandro Del Piero sebagai
bintangnya, kemudian produk ini sangat terkenal dan distinctive karena orang
telah lama mengenal produk ini dan laku dipasaran sehingga nama,“Joss” telah
dikenal berhubungan dengan Bintang Toedjoe dan extra joss sehingga produk lain
yang memakai nama joss, masyarakat pasti mengira bahwa itu satu produk atau
satu perusahaan. Oleh karena itu pada tingkat pengadilan negeri niaga extra
joss dimenangkan namun pada tingkat pengadilan tinggi maupun kasasi dan
peninjauan kembali pihak enerjos dimenangkan. Pada PK extra joss menyebut dua
alasan pengajuan PK ke Mahkamah Agung tersebut. Pertama, adanya penggelapan
data berkaitan dengan jangka waktu mengajukan gugatan Pihak Extra Joss
dinyatakan telah melewati jangka waktu gugatan serta dianggap sebagai suatu
merek yang tidak terkenal. Alasan kedua mengajukan PK tersebut adalah adanya
novum (bukti-bukti baru). Novum tersebut berupa belanja iklan, bukti promosi
dan marketing antara 1997- 2000. atas alasan PK pertama pengacara dari pihak
extra joss mengatakan bahwa jangka waktu gugatan yang di ajukan dinyatakan sah
karena masih di bawah lima tahun. Di hitung sejak tanggal pendaftaran Extra
Joss pada 6 Juli 2000. Jadi seharusnya waktu kadaluwarsa adalah lima tahun
kemudian, namun pihak mereka mengajukannya pada 15 Februari 2005, kemudian atas
alasan PK kedua pihak extra joss tersebut adalah adanya novum bukti-bukti
baru). Novum tersebut berupa belanja iklan, bukti promosi dan marketing antara
1997-2000. Karena Hakim juga menyatakan Extra Joss sebagai barang tidak
terkenal, karena itu pihak extra joss mengajukan novum untuk membantahnya,
Untuk syarat suatu produk dinyatakan terkenal maka harus di uji apakah ada
investasi di luar negeri, adanya promosi besar-besaran serta produk tersebut
dikenal khalayak atau tidak.
Extra Joss sudah
didaftarkan pada Direktorat Merek pada 1992, diterima pada 1995 dan
diperpanjang pada 2002. Selain di Indonesia, produk Extra Joss juga dikena luas
di Filipina, Malaysia, Hongkong serta beberapa negara Afrika. Maka dengan
demikin extra joss suda memenuhi syarat unruk dikatakan sebagai merek terkenal.
Dalam pengajuan PK ini, pihak Extra Joss memohon Majelis Hakim Agung memberi
putusan menerima permohon PK dan membatalkan Putusan no. 28 K/N/HaKI/2005. Ada
beberapa implikasi bila Enerjos menang di tingkat kasasi. Pertama, setiap merek
yang menggunakan kata Jos dengan satu huruf s atau banyak, atau Joss atau sama
bunyinya, akan legal sebagai public domain atau milik masyarakat. Siapa pun
boleh memakainya. Kedua, akan ada pertentangan antara praktisi hakim dan
pemilik merek- merek besar. Ini karena UU 15/2004 bisa diinterpretasikan
berbeda-beda. Ketiga, akan ada keraguan pengusaha berinvestasi merek karena
tidak adanya kepastian soal meniru dan tidak meniru. Berdasarkan itu mungkin
pertimbangan hakim sehingga Extra Joss kalah karena selain para hakim agung
beranggapan Joss adalah milik masyarakat, juga karena kemasan Enerjos adalah
botol bukan sachet. Oleh karena pertimbangan itulah maka gugatan dari extra
joss tidak dikabulkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar